Tiririt....tiriririt....tiriiririt....
Dari tadi suara Jam weker tak mampu membangunkan
tidur Andi.
“Andi bangun ini udah mau jam setengah tujuh” suara
Mama membangunkan putra satu-satunya ini, sambil menarik selimut yang menutupi
tubuh Andi.
“Mama dingin, selimutnya” jawab Andi sambil mengulet
di kasur yang di baluti seprai merah berlambang Manchester United.
“Udah jam setengah tujuh Andiii” seru Mama sekali
lagi dengan lebih membesarkan volume suaranya.
Dengan nyawa yang baru 5% terkumpul di tambah
kekagetannya dengan kecepatan jantung 80km/jam Andi langsung meloncat dari
tempat tidur nya melebihi kecepatan atlet lompat tali karet.
Dia langsung menyerobot masuk kamar mandi yang di
depannya sudah ada 3 makhluk yang mengantri sedari tadi.
“Andiiii” Annisa kakak Andi geram melihat adiknya
menyerobot kamar mandi yang seharusnya dia duluan yang masuk.
“iiiih bang Andi harusnya mbak anis dulu yang masuk,
abis mbak anis trus gita abis itu baru abang andi, antri dong” jawab gita adik
Andi.
Erza kakak sulung mereka baru membuka pintu kamar
mandi dan ingin bergegas keluar menjadi terhalang karena keributan mereka.
“kalian ini masih pagi udah ribut, coba minggir dulu
Mbak mau lewat”
Setelah mereka memberikan jalan kepada Erza, mereka
bertiga langsung berebut masuk kamar mandi. Terjadilah keributan perang dunia
ketiga di dalam kamar mandi.
“harusnya gue duluan, keluar dong andi , gita”
“bang andi juga gak mau keluar, gita juga gak mau
keluar lah”
“andi keluar dong”
“ah gak mau gak mau, terserah pilih kita mandi
bertiga apa kalian yang keluar” jawab Andi.
“APAAA?? Mandi bareng?” jawab Annisa dan Gita bersamaan.
“serang dek” ajak Annisa kepada Gita, mereka berdua
mengambil ancang-ancang siap menyiram Andi dengan air.
“Mamaaaaaaaa” teriak Andi. Annisa mendorong-dorong
Andi keluar dari kamar mandi, sementara Gita menyiramkan Andi sampai akhirnya
dia menyerah dan keluar dari kamar mandi.
“Gila ya, adek gila, kakak gila, ini penganiayaan
nih, harus dilaporin ke KOMNAS Perlindungan Laki-Laki!”
“Bodo amat” teriak Annisa dan Gita dari dalam kamar
mandi sambil tertawa.
“Mandi berduaan, homoseksual kalian itu. Mending
mandi sama gua lah, lesbi kalian berdua itu ya?” Andi masih saja menggerutu,
sampai dia mendapat giliran kamar mandi pun dia masih saja berbicara sendiri.
“Gak kakak, gak adek sama-sama freak”.
**
Hari ini tak seperti biasanya, rumah keluarga pak
Iskandar yang biasanya selalu ribut dan gaduh terlihat lengang, bukan karena
tak berpenghuni, melainkan ke 4 orang anak nya terlihat akur di dalam satu kamar,
yaitu kamar milik Erza.
“Kalian tau kenapa kalian mbak kumpulin disini?”
“enggak” jawab Andi, Annisa, dan Gita kompak.
“tau gak 9 hari lagi hari apa?”
“hari minggu mbak?” jawab Gita
“iya hari minggu, tanggal berapa coba?”
“tanggal 1 Oktober! Ulang tahun Mama !” jawab Annisa
dengan bersemangat.
Andi yang tadi nya tak terlihat tertarik dengan
percakapan ke 3 Saudara kandungnya, jadi ikutan mengeluarkan suara.
“jadi kita mau buat rencana apa?” tanya Andi
“Nah itu dia, maksud mbak ngumpulin kalian ini untuk
ngebahas kita mau buat acara apa untuk mama?”
Mereka berempat berfikir keras, sekeras batu tapi
hening sekali tak sekeras suara musik yang sedang mereka setel di kamar Erza.
Mereka sengaja menyetel kuat-kuat radio tape agar Mama dan Papa tak mendengar
perbincangan mereka.
**
“sekarang udah H-8, tapi kita belum nemuin rencana
untuk ulang tahun mama” kata Annisa.
Mereka sudah berkumpul kembali d kamar Erza, seperti
malam kemarin.
“Yaudah kita kumpulin aja dulu uangnya” jawab Andi.
“Tapi kan harus jelas dulu kita butuh dana berapa?”
timpal Erza.
“Kalo Gita Cuma punya celengan ayam, itu juga belum
sampe setahun ngisinya” jawab Gita sambil memainkan permen lollipop nya di
dalam mulut.
“Iya Gita berapapun uang yang Gita punya mbak gak
maksain, yang penting kita semua berpartisipasi dalam rencana ini” Erza
mengelus rambut adik bungsunya itu.
Mereka maklum saja karena Gita masih kelas 5 SD, dia
hanya punya uang dalam celengan ayam nya.
“jadi apa dong” tanya Andi, mengembalikan mereka ke
topik intinya.
“gimana kalau kita buat candle light dinner buat
mama sama papa, makan malam romantis di luar dengan di temani cahaya lilin,
uuuh so sweet” Annisa mulai menghayal.
“iya terus kita buatin kue ulang tahun untuk
mama,pasti mama seneng deh” Gita memberikan saran.
“kalau mbak sih setuju-setuju aja, kamu gimana ndi?”
tanya Erza kepada Andi.
“Aku setuju juga, soalnya mama sama papa kan udah
lama banget gak makan malem berdua di luar”
Akhirnya malam itu mereka memutuskan untuk
memberikan mama dan papa hadiah makan malam berdua diluar dan kue ulang tahun
buatan mereka.
**
Sudah hari keenam Andi bekerja di salah satu tempat
cuci steam motor mobil, kebetulan salah satu pegawai di sana sedang sakit, jadi
Andi bisa menggantikannya. Andi hanya bekerja dari dia pulang sekolah pukul 2
hingga pukul 7 malam. Sehingga dia jarang makan malam di rumah, dia beralasan
kepada mama nya seminggu ini dia punya banyak tugas sehingga harus kerja
kelompok bersama teman-temannya dirumah Rendi sahabat Andi.
Hari ini tepat H-3 ulang tahun mama, seperti biasa
ke empat kakak adik ini berkumpul dikamar Erza. Saat mereka sedang asyik
berbincang, Mama muncul dari balik pintu.
“Kalian lagi bahas apa sih? Mama boleh ikutan gak?”
mama tersenyum dan melangkah masuk ke kamar Erza yang serba biru dan duduk di
pinggir tempat tidur nya.
“Ah mama ini kan urusan anak muda” Jawab Andi sambil
mengedipkan mata.
“Akhir-akhir ini mama liat kalian kumpul terus di
kamar ini, tapi mama seneng anak-anak mama yang biasanya tiap hari ribut lah,
berantem rebutan kamar mandi lah, sekarang udah pada akur ya?” Mama mengelus
kepala Gita yang duduk tepat di sebelahnya.
“hehehe... kita cuma ngobrol-ngobrol aja mah,
tentang film yang lagi ada di bioskop, Andi mau ngajakin pacarnya nonton ma,
jadi dia minta saran sama adek dan kakak nya yang perempuan ini, ya kan ndi?”
Annisa menyikut tangan Andi sambil memainkan mata.
“Eh em, iya ma” Andi kebingungan. Lalu mama
memberikan nasehat-nasehat nya pada Andi, Mama bukan nya mengizinkan atau malah
melarang anak-anaknya untuk pacaran, tapi mama selalu mewanti-wanti
anak-anaknya untuk lebih mengutamakan pendidikan terlebih dahulu, pacaran boleh
tapi jangan di buat galau kata mama.
Setelah mama keluar dari kamar Erza, Gita dan Annisa
kembali mengeluarkan celengan yang mereka sembunyikan di bawah ranjang Erza,
untung saja mereka tadi tahu mama akan ke kamar Erza, sehingga mereka langsung
buru-buru menyembunyikan celengan tersebut.
Mereka mulai menghitung uang-uang yang mereka
kumpulkan, Andi juga sudah mendapatkan upah nya mencuci selama 6hari.
“uang ku Cuma seratus lima ribu kak di
celengan” Gita membuka percakapan.
“punya ku seratus lima puluh ribu” Annisa
menunjukkan uang-uangnya dari celengan dan dari uang jajan nya seminggu
kemarin.
“kalo ini sisa gaji mbak bulan ini ada tiga ratus
ribu” jelas Erza kepada adik-adiknya.
“Aku ada dua ratus lima puluh ribu, ini upah aku
selama seminggu mencuci dan udah di tambahin sama tabungan ku” kata Andi sambil
nyengir.
Akhirnya mereka berhasil mengumpulkan uang Rp.
805.000, Erza berencana besok akan menghubungi teman nya yang bekerja di salah
satu restaurant untuk booking tempat agar bisa mendapatkan tempat duduk yang
strategis. Sedangkan Annisa, Gita dan Andi bertugas memesan kue ulang tahun
nya.
**
Annisa baru saja melangkah kan kaki nya masuk rumah
dan mendengar suara orang terisak, dia mencari arah suara itu berasal,
“Terimakasih bu Lia, saya permisi pulang dulu”
sambil menyeka air matanya Ibu yang sebaya dengan Mama itu melangkah keluar
rumah, dan menyunggingkan senyum kepada Annisa saat mereka berpapasan di depan
pintu.
**
“Jadi tadi bu jujun ke sini cari pinjaman uang untuk
berobat anaknya?” tanya Annisa, setelah mama nya menjelaskan secara singkat
maksud kedatangan Bu Jujun tetangga samping rumah mereka.
“Kalau mama punya uang mama ingin sekali meminjamkan
nya, tapi ini tanggal tua, papa mu juga belum gajian, mama juga gak punya
pegangan sampai 800ribu”
Ternyata Ibu Jujun tadi datang untuk meminjam uang
kepada Mama sekaligus curhat sedikit, kasian Ibu Jujun adalah seorang Janda
dengan 3 orang anak, anaknya Dera sedang di rawat di rumah sakit karena Demam
Berdarah, Dera itu adalah anak bungsu nya kira-kira usianya 11tahun, seumuran
dengan Gita.
Mama terlihat murung, karena dia tidak bisa membantu
tetangga nya sendiri, Annisa sampai tak tega melihat wajah mama, tak biasanya
mama sesedih ini.
“Mama hanya membayangkan saja, kalau mama di posisi
Ibu Jujun, harus menghidupi anak-anak tanpa suami, dan sekarang harus cari
pinjaman sana-sini untuk biaya berobat anaknya”
Kata-kata mama terngiang-ngiang di kuping Annisa.
**
Hari kedua sebelum ulang tahun mama, seperti biasa
malam harinya mereka sudah berkumpul di kamar Erza untuk membahas progres
rencana ulang tahun mama.
“Mbak tadi udah menelpon teman mbak untuk booking
tempat” Erza menjelaskan panjang lebar bagaimana mereka akan menyeting tempat
candle light dinner mama dan papa.
“Mbak aku kepikiran kata-kata mama tadi siang”
Annisa yang sedari tadi diam membuka suara.
“Kata Mama, dia hanya membayangkan saja, kalau mama
di posisi Ibu Jujun, harus menghidupi anak-anak tanpa suami, dan sekarang harus
cari pinjaman sana-sini untuk biaya berobat anaknya”
“Apa kita gak terlalu berlebihan ya mbak merayakan
ulang tahun mama, menghambur-hamburkan uang, sementara tetangga sebelah rumah
kita lagi butuh uang untuk biaya berobat anaknya” Annis masih melanjutkkan
kata-katanya.
“Gimana kalau uang 800ribu kita ini kita pinjamkan
aja sama bu Jujun, dia lebih membutuhkan, anaknya gak bisa keluar dari rumah
sakit kalau belum bayar administrasinya”
Kemudian semua hening, berfikir...
“Aku sih setuju-setuju aja, apalagi Dera kan temen
ku, kasian dia lebih butuh untuk biaya berobatnya” jawab Gita dengan
kepolosannya.
“Aku juga setuju-setuju aja, soalnya aku yakin mama
pasti seneng kalau ngeliat anak-anaknya bisa menolong orang lain. Gimana mbak
Erza?” Jawab Andi
Erza tersenyum kemudian meraka saling berpelukkan,
dalam hati Erza berkata meskipun adik-adiknya suka ribut dirumah, tapi mereka
memiliki hati yang mulia.
**
Hari ini adalah Hari Ulang Tahun Mama, mereka hanya
merayakan secara sederhana dirumah, kebetulan ini hari minggu, jadi semuanya
ada dirumah, Papa, Erza, Annisa, Andi, dan Gita membantu mama memasak di dapur.
Bukannya membantu Andi dan Gita malah bermain lempar-lemparan wortel, membuat
dapur menjadi gaduh.
**
Pagi ini mereka sudah berkumpul di meja makan, untuk
menikmati makanan yang telah mereka masak bersama-sama di dapur tadi.
“Ma, nanti abis makan, ada yang mau kami tunjukin
sama mama” kata Erza kepada Mama.
**
Setelah makan, mereka sudah berkumpul di ruang
tengah, menikmati acara televisi pada minggu pagi ini.
“Ini uang Rp. 800.000, tadinya kita mau ngasih mama
kue ulang tahun dan candle light dinner sama papa, tapi kata Annisa kemaren bu
Jujun kesini mau pinjem uang untuk biaya Rumah Sakit Dera, jadi uang ini gak
papa kan ma kita kasih aja ke bu Jujun” kata Erza,
Erza juga menjelaskan uang itu berasal dari uang
tabungan Gita dan Annisa, sisa Gaji Erza dan uang hasil kerja Andi seminggu
kemarin, Andi pun jujur bahwa kemarin-kemarin itu dia bukan belajar kelompok
tapi bekerja paruh waktu untuk mengumpulkan uang untuk mama nya.
“Iya ma, mama gak marah kan?” Tanya Andi
Mama diam lama dan berfikir...
“Mama boleh kan kita pinjemin atau kita kasihin aja
ke Bu Jujun? Mama kan bilang kemarin Mama gak bisa ngebayangin, kalau mama di
posisi Ibu Jujun, harus menghidupi anak-anak tanpa suami, dan sekarang harus
cari pinjaman sana-sini untuk biaya berobat anaknya” sambung Annisa
Tanpa terasa mama meneteskan air mata, merasa
terharu atas sikap anak-anaknya.
“Jadi kalian mengumpulkan uang untuk hadiah ulang
tahun mama, tapi sekarang mau memberi uang itu ke bu Jujun?” tanya mama.
“Mama bangga punya anak seperti kalian, mau menolong
antar tetangga” sambung mama lagi ”Memiliki anak yang berbudi baik seperti
kalian itu sudah jadi hadiah terindah untuk mama nak”
“Yasudah kalian siap-siap yuk kita ke rumah sakit
saja sekarang” kata Papa yang juga tersenyum bangga melihat kebaikan ke empat
anaknya.
**
Dan akhirnya mereka semua pergi ke Rumah Sakit untuk
menjenguk sekaligus memberikan sedikit uang mereka untuk membantu Bu Jujun.
“Ibu gak perlu ganti uang nya, kami ikhlas kok” kata
Andi. Dan di iyakan oleh Gita, Annisa dan Erza.
Bu Jujun sangat berterimakasih kepada keluarga Bapak
Iskandar yang begitu mulia hatinya.
_TAMAT_